Bissmillah…
Penting
banged ketika orang nanya nama kita siapa. Cause
karena nama juga kita bisa dikenal, di kenang, di inget, dan … terserah
apapun pendapat kalian. Saya pernah punya suatu kejadian waktu SMA. Ketika saya sedang makan di katin sendirian
dan di sebrang kanan saya ada perempuan namanya Melani (adik kelas saya, kebetulan doi murid
baru) setelah selesai makan, Melani langsung
bilang,
“bu, Melani tadi pesen mie ayam, berapa ya?”
“4 ribu mba Mel” kata Ibu penjual mie ayam.
rada ilfeel denger melani ngomong. “Kalau saya bu, tadi pesen baso” kata saya (langsung nyamber)
“bu, Melani tadi pesen mie ayam, berapa ya?”
“4 ribu mba Mel” kata Ibu penjual mie ayam.
rada ilfeel denger melani ngomong. “Kalau saya bu, tadi pesen baso” kata saya (langsung nyamber)
“3
ribu neng” kata si Ibu.
Besokkanya
saya beli lagi di warung Ibu tadi masih sendirian udah pengen abis tuh
makananya muncullah si Melani, ehh.. si Ibu Mie ayam + Baso malah langsung
negur Melani “pesen apa mba mel?”
Asli
nyebelin banged, tadi saya beli gak di tegur padahal lagi sendrian, haduhhh… positive
think ajalah mungkin Ibunya lagi ngerebus ayam yang udah mati. -__________-“
Kalau
di liad-liad pluss di pikir-pikir saya salah untuk ilfeel dengan Melani. Contohnya, tentang kejadian tadi Melani
dan si Ibu. Memanggil nama panggilan sendiri
terhadap orang lain itu juga banyak manfaatnya, misal, sering di tegur tukang
jualan, guru, supir angkot, dsb. orang-orang yang jarang berkomunikasi sama
kita tapi ingat dengan nama kita.
Owh
iya, hampir aja lupa, hehe. Nama saya Kiki Indriyani, (yapp.. nama ini cukup
banyak di dunia, haha.. ) Lahir di Pemalang, tanggal 10 Desember 1992. Sekarang
saya sedang kuliah ambil S1 Jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) . Rumah di Cibitung Kab.
Bekasi.
Tentang
nama lagi, di Pemalang kampung saya, tepatnya di desa suwuk yang artinya “semburan”
desa ini sebelumnya tidak punya nama tapi sudah ada penghuninya, desa ini disembur sama si dukun supaya para penjajah Belanda dan Jepang tidak menjajah atau tinggal di desa (Suwuk) .
desa ini sebelumnya tidak punya nama tapi sudah ada penghuninya, desa ini disembur sama si dukun supaya para penjajah Belanda dan Jepang tidak menjajah atau tinggal di desa (Suwuk) .
Di desa Suwuk ini yang faktanya menurut saya
sih unik.Saya ambil contoh 3 orang kebetulan namanya Muhardi, Tusriyatun, dan Junaedi.
Di desa ini jika memanggil nama seseorang sering menggunakan kata depan dengan
awalan ‘Se’ misalnya yang tadinya namanya Muhardi jadi (Semuh) Tusriyatun (Stu/Setu)
dan Junaedi (Sju/Seju). Saya gak tau persis mengapa seperti ini, tapi kata
orang desa Suwuk memanggil panggilan nama dengan awal huruf ‘Se’ itu lebih
praktis dan lebih gampang.
Bagaimana dengan pengalaman kalian tentang nama?? :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar