BAB I
Pendahuluan
- Latar belakang
Koloniasme adalah sistem suatu negara menjalankan
politik pendudukan atau penjajahan terhadap wilayah lain. Tujuan dari
kolonialisme itu untuk mencari keuntungan dari negara yang dijajahnya. Selain
untuk mendapat keuntungan pada wilayah yang dijajah, tujuan kedatangan dari
bangsa colonial ini juga menjalankan misi agama mereka. Sedangkan pergumulan
Islam dapat diartikan dengan pergulatan. Pergumulan Islam dengan kolonilisme
merupakan suatu bentuk pejuangan umat Islam terhadap bangsa kolonial yang telah ada
ditanah airnya dengan berbagai upaya yang dilakukan. Upaya itu dilakukan agar
pihak kolonial
bisa melepaskan diri, atau beranjak dari tanah airnya.
BAB II
Pembahasan
Negara Indonesia termasuk
salah satu korban kolonialisme. Sebelum kedatangan bangsa kolonial ke
Indonesia, sebagian besar penduduk Indonesia menganut agama Islam. Kedatangan
bangsa kolonial ke Indonesia merupakan bencana besar bagi umat Islam.
Keberadaan pemerintah kolonial tersebut telah melumpuhkan masyarakat Islam,
membekukan pemikiran, bahkan sampai menguburkan masa lalu umat Islam.
Kedatangan kolonial ini telah mempengaruhi upaya pencapaian cita-cita umat
Islam di Indonesia.
A.
Kolonialisme di Indonesia
Negara Indonesia dikenal
dengan kekayaan rempah-rempahnya. Kekayaan akan rempah ini yang menjadi daya
tarik bangsa kolonial datang ke Indonesia. Terjadinya pemerintahan kolonial di
Indonesia ini berawal dengan kedatangan bangsa Portugis ke Indonesia pada tahun
1511. Mereka datang ke Indonesia melalui Malaka. Motif kedatanganya, selain
karena faktor
ekonomi, juga karena faktor
petualang. Mereka berusaha mencari negara yang banyak menghasilkan keuntungan
bagi ekonominya.
Disamping itu, dalam
mencari keuntungan ekonomi dengan cara menopoli, mereka juga menjalankan misi
agama mereka. Faktor agama bagi
bangsa Portugis, juga mempunyai peranan penting. Hal ini dapat dirasakan pada
daerah Ternate dan Tidore. Dengan menerima ajaran agama yang baru tersebut,
berarti mereka menerima dan meyakini kekuatan asing yang merugikan bangsanya[1]
Selain dari factor
ekonomi tersebut, terjadinya colonial Belanda di Indonesia juga disebabkan
karena ulah masyarakat Indonesia itu sendiri. Dilihat dari awal masuknya
Belanda ke daerah-daerah di Indonesia, ditemukan ada masyarakat yang pro
terhadap bangsa colonial tersebut. Akhirnya penjajahan itu terjadi, karena
tidak adanya persatuan dalam tubuh masyarakat Indoesia. Sebagian dari
masyarakat pribumi ada yang berpihak kepada Belanda, bahkan daerah Aceh yang
dikenal paling kuat pertahanannya dapat dikalahkan. Hal ini disebabkan Said
Abdurrahman juga sudah berpihak kepada Belanda dan membongkar rahasia Aceh
kepada Belanda.
Pecahnya perang
Diponegoro (1825-1830) di Jawa pada awalnya bersifat perang saudara, kemudian
berlanjut disebabkan karena anti terhadap colonial Belanda. Belanda telah
banyak campur tangan terhadap masalah yang terjadi di daerah tersebut ( Karel
A. Steenbrink, 1984 : 17-18). Disamping itu penyebab perang ini juga karena unsure
agama. Sebagian ulama ada yang ingin mencari hak istimewa dari pengikutnya,
sehingga mereka berjuang bukan lagi demi kepentingan agama.
Demikian juga dalam
perang Paderi (1800-1837) di Minang Kabau. Taufik Abdullah (ed), (2002: 321)
mengatakan pada awalnya terjadinya perang Paderi ini karena adanya pertentangan
antara kaum adat dengan kaum Paderi. Kaum Paderi yang terdiri dari para ulama
yang bertujuan untuk menyiarkan agama dan menentang kebiasaan kaum adat yang
bertentangan dengan agama. Tetapi kaum adat meminta bantuan kepada Belanda
untuk membela diri dari serangan pembaharu Muslim. Akhirnya Belanda juga turut
campur tangan dalam masalah yang terjadi daerah tersebut sampai perang tersebut
berhenti.
B.
Pergumulan Islam dengan Kolonial
Belanda
- Sebab terjadinya pergumulan Islam dengan Kolonial
Pemberontakan ini sering terjadi karena adanya
tekanan dari bangsa colonial yang akhirnya menimbulkan kebencian di hati
masyarakat daerah. Pada umumnya pemberontakan itu muncul dari kalangan umat
Islam. Belanda yang selalu mencurigai para ulama bersama-sama para mahasiswa
yang pulang dari belajar di Mekah, dikhawatirkan ada kontak dengan
Pan-Islamisme di Turki. Bahaya yang lebih besar justru disebabkan oleh
gagasan-gagasan Modernis Islam yang diajarkan di Kairo, terutama yang berasal
dari ajaran Mohammad Abduh. Karena pemikiran teologi Abduh didasari oleh tiga
hal, yaitu: kebebasan manusia dalam memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat
terhadap sunah Allah, dan fungsi akal yang sangat dominan dalam menggunakan
kebebasan.[2] Sebagai langkah panjang
dari kebjakan menjinakkan Islam, colonial Belanda juga mengangkat orang muslim
pribumi menjadi pegawai pemerintah untuk mengatur kehidupan beragama sendiri.
Pengaturan itu dimaksudkan untuk membantu bupati dalam mengatur umat Islam.
Dengan semakin banyaknya campur tangan Belanda
terhadap permasalahan masyarakat, menimbulkan beberapa pemberontakan di
berbagai daerah. Masyarakat sudah mulai memahami dan mendapat gambaran tentang
pendatang asing. Pada mulanya mereka beranggapan tentang Belanda itu sebagai
gangguan terhadap budaya dan agama yang berbeda, semakin meningkat anggapannya
tentang Belanda itu sebagai orang kafir yang licik yang mudah ingkar janji dan
berbagai konotasi negative lannya. Hal inilah yang menyebabkan sering
terjadinya konflik, sehingga terjadilah pergumulan antara colonial dengan
masyarakat Islam.
C.
Bentuk Pergumulan Islam dengan
Kolonial
- Perang Bersenjata
Bentuk pergumulan Islam dengan bangsa colonial dalam
perang bersenjata ini berupa perlawanan yang terdapat di berbagai daerah.
Konflik ini sudah mulai terjadi pada abad ke-17-19. Perang tersebut dilatari
oleh ideology Jihad fi sabilillah. Hal ini pula yang menjadi penentangan Sultan
al Fatah yang dikenal dengan Sultan AgengTirtayasa (1651-1962) sejak bulan
februari 1982 terhadap putra mahkota sultan Haji bersekutu dengan Belanda.
Penentangan ini dilanjutkan oleh Syekh Yusuf Al-Makasari (Moncong Loe,Goa, Sulawesi
Selatan, 3 juli 1626-Tanjung Harapan 1699 ) hingga bulan Desember 1683 M.
Kemudian pada abad ke-18 adalagi pemberontakan yang dimotori di kalangan
aristocrat seperti Pengeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Pemberontakan
Pangeran Diponegoro dalam perangan Jawa (1825-1837). Adalagi perlawanan yang
dilakukan oleh Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, dan Cut Meutia
dalam perang Aceh, dan Sultan Taha Syaifuddin yang diturunkan dari jabatannya .
- Perang Intelektual
Perang intelektuak itu terjadi berbentuk diskusi
tentang perpecahan di kalangan perhimpunan pemuda. Dari pihak muslim dipimpin
oleh Haji Agus Salim, dan dari perpecahan dipimpin oleh Kramer. Kramer ini
masuk dalam perhimpunan Jong Java dengan tujuan melenyapkan unsure Islam.
Selama periode 1925-1942 Jong Islamieten Bond (JIB) ternyata berkembang menjadi
sebuah organisasi intelektual muda muslim yang percaya diri. Mereka dengan
gigih menghasut untuk menentang Khatolik dan Protestan. Penentangan tersebut
dilakukan baik dari dalam maupun dari luar Dewan Rakyat. Mereka juga
menerbitkan sejumlah artikel anti Kristen dalam majalah Het Licht serta
berbagai publikasi lainnya.
Pergumulan secara intelektual ini secara perlahan
membentuk pemikiran lebih terbuka dan berkembang. Adanya diskusi dan saling tukar
pendapat antara masing-masing kelompok, maka masing-masing pihak akan lebih
mengetahui tujuan dari sesama mereka. JIB ini sebenarnya bukan anti Belanda,
mereka adalah sebuah kelompok kritis yang mengutarakan pemikiran berupa tulisan
dan diskusi. Pemuda JIB sering mendukung Belanda, namun terakhirnya selalu
berakhir dengan pembelaan terhadap Islam. Di dalam Het Licht berbagai contoh
pandangan negative Belanda terhadap Islam, seperti yang terlihat dalam
teks-teks Sejarah dan Geografi yang dipakai di sekolah-sekolah.
Segala macam bentuk pergumulan tersebut tidak
selamanya merugikan pihak Islam. Semenjak adanya colonial tersebut masyarakat
Indonesia menjadi lebih maju dari sebelumnya. Masyarakat Indonesia menjadi
lebih berkembang dan dapat mengenal dunia luar negeri. Namun dalam perlawanan fisik selalu dimenangkan
oleh Belanda, karena dalam alat persenjataan Belanda lebih unggul dari
Indonesia.
D.
Pengaruh Kolonial terhadap Islam
- Bidang Hukum
Kekhawatiran Belanda terhadap Islam fanatik dan berbagai kemungkinan
bahaya yang ditimbulkan menjadikan Belanda membuat beberapa kebijakan. Belanda
berusaha memperkecil pengaruh Islam dengan cara mengkristenkan orang-orang
Indonesia. Snouk Houranje merumuskan kebijakan tersebut berdasarkan tiga
prinsip utama. Prinsip utama dalam masalah ritual dan aspek ibadah, umat Islam
di Indonesia dibiarkan bebas menjalankannya. Hal ini dimaksudkan untuk
menjinakkan hati rakyat agar mengurangi perlawanan terhadap Belanda.
Prinsip kedua berhubungan dengan lembaga-lembaga
social Islam, atau aspek muamalat dalam Islam, seperti perkawianan, warisan,
wakaf, dan hubungan social lainnya. Hal ini dilakukan dengan harapan agar
mereka bersedia mengganti lembaga-lembaga social umat Islam di atas lembaga
social Barat.
Sedangkan prinsip ketiga yang dirumuskan Snouk Houranje itu
adalah masalah politik. Pemerintah dinasehatkan untuk tidak mentoleran kegiatan
apapun yang dilakukan oleh kaum muslim ; kegiatan yang dapat menyebarkan
seruan-seruan Pan
Islamisme atau kegiatan yang menyebabkan seruan-seruan perlawanan politik
bersenjata yang menentang pemerintah colonial Belanda.
Sikap Belanda yang terlalu mengatur tentang agama
ini lebih tepat dikatakan sebagai campur tangan dari pada bersikap netral,
meskipun alasan melaksanakan hukum tersebut demi ketertiban dan keamanan umum.
Belanda membuat hukum-hukum tersebut bertujuan untuk mengurangi perkembangan
Islam, namun dengan adanya aturan-aturan tersebut masyarakat Indonesia telah
diperkanalkan kepada hukum dan perundang-undangan yang lebih baik dari sebelumnya.
Keberadaan hukum tersebut menjadikan masyarakat Indonesia menjadi lebih maju
dalam bidang hukum.
- Bidang Pendidikan
Pada awal abad ke-19, pesantren merupakan langkah
awal bagi lembaga
pendidikan. Di dalam sistem pengajaran pesantren ini, para santri, yaitu
murid-murid yang belajar, diasramakan dalam suatu kompleks yang dinamakan “pondok”.
Pondok tersebut dapat dibangun atas biaya guru yang bersangkutan ataupun atas
biaya bersama dari masyarakat desa pemeluk agama islam.
Lalu diikuti dengan pendidikan
madrasah yang merupakan peralihan dan perkembangan pendidikan islam yang
mengadopsi sistem pendidikan modern dengan tetap mempertahankan beberapa
pelajaran pokok islam dan porsinya lebih banyak diajarkan. Sistem pendidikan
ini hampir bisa dikatakan bebarengan pola pendidikan modern yang diterapkan
penjajah. Pada masa ini Belanda aktif
mendirikan lembaga pendidikan yang
tidak berhubungan dengan Islam. Belanda memilih jalan lain dengan mendirikan
system pendidikan tersendiri yang lepas dan terpisah dari system pendidikan
Islam.
Dalam hal ini Hougrounje menekankan pentingnya kebijakan
asosiasi kaum muslimun dengan peradaban Barat melalui pendidikan Barat yang
terbuka bagi rakyat pribumi. Dengan adanya penetrasi pendidikan model Barat,
pengaruh Islam bisa disingkirkan. Seperti diadakannya sekolah pendidikan rendah,
pendidikan menegah, pendidikan tinggi, sekolah kejuruan, dan sekolah guru.[3] Reaksi negative terhadap
penetrasi misi Kristen ini masuk melalui kerjasama pemerintah mengakibatkan
nilai-nilai Islam semakin merosot. Kaum muslimin sangat khawatir akan perubahan
ini dan menuntut pemerintah agar menarik dukungan tersebut. Hal ini dianggap
sebagai kebijakan yang bertentangan dengan semua konsep modern mengenai
hubungan antar agama dan negara.
- Bidang Ekonomi
Kebijakan VOC yang didirikan Belanda di Indonesia
mempunyai pengaruh besar dalam perekonomian Islam di Indonesia. VOC telah
mengambil alih penguasaan hak atas tanah atau wilayah dan juga menopoli
produksi perdagangan dan tenaga kerja. Bahkan makin mempersempit peran dagang
muslim di Nusantara,
karena satu persatu VOC makin mengambil alih pusat perdagangan di Nusantara.
Akibat dari perluasan VOC ini tidak saja menurunkan
peran politik dan ekonomi, bahkan secara tidak langsung berpengaruh terhadap
kemerosotan ekonomi penduduk Bumi Putera yang didukung oleh pedagang dan penguasa
muslim santri. Mata rantai yang semula telah dikuasai dan berkembang oleh Bumi
Putera jadi terputus, karena tiba-tiba dihadapkan dengan kompetisi yang tidak
seimbang.
Pada saat VOC berkembang masyarakat Indonesia sudah
mulai mengenal kelicikan Belanda dalam menjalankan transaksi perdagangan.
Situasi psikologis inilah yang melatarbelakangi organisasi nasional dan gerakan
Islam. Diantaranya gerakan nasional tersebut berdirinya Sarekat Dagang Islam
(SDI) pada tahun 1905-1911, Organisasi Budi Utomo yang didirikan dikalangan
ningrat Jawa pada tahun 1908, berdirinya Jamiat Khair pada tahun1901, juga
berdirinya Sarekat Islam di Surakarta pada tanggal 10 September 1912.
Kegiatan SI ini bertujuan untuk meningkatkan
kedudukan para anggotaanya dengan membentuk toko-toko koperasi dan usaha
lainnya, seperti sekolah-sekolah dan sebagainya. Selanjutnya juga bertujuan
untuk meniadakan keluhan-keluhan dan memperjuangkan perbahan dalam bidang
pemerintah, peradilan dan politik keagamaan dan social. Awalnya usaha yang
dilakukan dengan mendirikan koperasi konsumen. Pada tahun 1913, SI juga sudah
merencanakan suatu proyek yang sangat hebat sampai akhirnya SI dapat berhasil
sukses dalam bidang ekonomi dan perdagangan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Negara Indonesia sebagian
besar penduduknya menganut agama Islam, Kekayaan negara Indonseia akan
rempah-rempah menjadikan negara Indonesia sebagai incaran bagi negara Eropah
untuk datang ke Indonesia. Kedatangannya bngsa colonial itu ke Indonesia
bertujuan untu perdagangan dan kristenisasi. Sehingga terjadilah pergumulan
antara penduduk muslim Indonesia dengan Kristen Belanda. Pergumulan tersebut
ada yang berbentuk perang bersenjata, dan ada juga berbentuk perang inteletual.
Akibat dari pergumulan tersebut
mengakibatkan berbagai perubahan bagi masyarakat Indonesia. Dampak perubahan
tersebut memang sangat merugikan bangsa Indonesia karena Belanda telah menguras
kekayaan alam Indonesia. Namun akibat dari semua itu secara tidak lansung telah
mengantarkan bangsa Indonesia kepada kemajuan, baik dalam bidang hukum,
pendidkan, dan ekonomi. [4]
Daftar Pustaka
Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto.
2008. Sejarah Nasional Indonesia
IV. Jakarta: Balai Pustaka
Kahin, George McTurnan. 1993. Nasionalisme dan
Revolusi di Indonesia. Surakarta: UNS Press.
Muhammad Rifa’i.
2011. Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern. Jakarta:
Ar-ruz Media
http://lppbi-fiba.blogspot.com/2011/05/pergumulan-islam-dengan-kolonialisme.html . Di
unduh 23 Mei 2013 pukul. 11:50
[4] http://lppbi-fiba.blogspot.com/2011/05/pergumulan-islam-dengan-kolonialisme.html . Di
unduh 23 Mei 2013 pukul. 11:50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar