Sabtu, 01 Juni 2013

PERGUMULAN ISLAM DI INDONESIA PADA ZAMAN KOLONIAL


BAB I
Pendahuluan
  1. Latar belakang
Koloniasme adalah sistem suatu negara menjalankan politik pendudukan atau penjajahan terhadap wilayah lain. Tujuan dari kolonialisme itu untuk mencari keuntungan dari negara yang dijajahnya. Selain untuk mendapat keuntungan pada wilayah yang dijajah, tujuan kedatangan dari bangsa colonial ini juga menjalankan misi agama mereka. Sedangkan pergumulan Islam dapat diartikan dengan pergulatan. Pergumulan Islam dengan kolonilisme merupakan suatu bentuk pejuangan umat Islam terhadap bangsa kolonial yang telah ada ditanah airnya dengan berbagai upaya yang dilakukan. Upaya itu dilakukan agar pihak kolonial bisa melepaskan diri, atau beranjak dari tanah airnya.













BAB II
       Pembahasan
Negara Indonesia termasuk salah satu korban kolonialisme. Sebelum kedatangan bangsa kolonial ke Indonesia, sebagian besar penduduk Indonesia menganut agama Islam. Kedatangan bangsa kolonial ke Indonesia merupakan bencana besar bagi umat Islam. Keberadaan pemerintah kolonial tersebut telah melumpuhkan masyarakat Islam, membekukan pemikiran, bahkan sampai menguburkan masa lalu umat Islam. Kedatangan kolonial ini telah mempengaruhi upaya pencapaian cita-cita umat Islam di Indonesia.
A.    Kolonialisme di Indonesia
Negara Indonesia dikenal dengan kekayaan rempah-rempahnya. Kekayaan akan rempah ini yang menjadi daya tarik bangsa kolonial datang ke Indonesia. Terjadinya pemerintahan kolonial di Indonesia ini berawal dengan kedatangan bangsa Portugis ke Indonesia pada tahun 1511. Mereka datang ke Indonesia melalui Malaka. Motif kedatanganya, selain karena faktor ekonomi, juga karena faktor petualang. Mereka berusaha mencari negara yang banyak menghasilkan keuntungan bagi ekonominya.
Disamping itu, dalam mencari keuntungan ekonomi dengan cara menopoli, mereka juga menjalankan misi agama mereka. Faktor agama bagi bangsa Portugis, juga mempunyai peranan penting. Hal ini dapat dirasakan pada daerah Ternate dan Tidore. Dengan menerima ajaran agama yang baru tersebut, berarti mereka menerima dan meyakini kekuatan asing yang merugikan bangsanya[1]
Selain dari factor ekonomi tersebut, terjadinya colonial Belanda di Indonesia juga disebabkan karena ulah masyarakat Indonesia itu sendiri. Dilihat dari awal masuknya Belanda ke daerah-daerah di Indonesia, ditemukan ada masyarakat yang pro terhadap bangsa colonial tersebut. Akhirnya penjajahan itu terjadi, karena tidak adanya persatuan dalam tubuh masyarakat Indoesia. Sebagian dari masyarakat pribumi ada yang berpihak kepada Belanda, bahkan daerah Aceh yang dikenal paling kuat pertahanannya dapat dikalahkan. Hal ini disebabkan Said Abdurrahman juga sudah berpihak kepada Belanda dan membongkar rahasia Aceh kepada Belanda.
Pecahnya perang Diponegoro (1825-1830) di Jawa pada awalnya bersifat perang saudara, kemudian berlanjut disebabkan karena anti terhadap colonial Belanda. Belanda telah banyak campur tangan terhadap masalah yang terjadi di daerah tersebut ( Karel A. Steenbrink, 1984 : 17-18). Disamping itu penyebab perang ini juga karena unsure agama. Sebagian ulama ada yang ingin mencari hak istimewa dari pengikutnya, sehingga mereka berjuang bukan lagi demi kepentingan agama.
Demikian juga dalam perang Paderi (1800-1837) di Minang Kabau. Taufik Abdullah (ed), (2002: 321) mengatakan pada awalnya terjadinya perang Paderi ini karena adanya pertentangan antara kaum adat dengan kaum Paderi. Kaum Paderi yang terdiri dari para ulama yang bertujuan untuk menyiarkan agama dan menentang kebiasaan kaum adat yang bertentangan dengan agama. Tetapi kaum adat meminta bantuan kepada Belanda untuk membela diri dari serangan pembaharu Muslim. Akhirnya Belanda juga turut campur tangan dalam masalah yang terjadi daerah tersebut sampai perang tersebut berhenti.
B.     Pergumulan Islam dengan Kolonial Belanda
  1. Sebab terjadinya pergumulan Islam dengan Kolonial
Pemberontakan ini sering terjadi karena adanya tekanan dari bangsa colonial yang akhirnya menimbulkan kebencian di hati masyarakat daerah. Pada umumnya pemberontakan itu muncul dari kalangan umat Islam. Belanda yang selalu mencurigai para ulama bersama-sama para mahasiswa yang pulang dari belajar di Mekah, dikhawatirkan ada kontak dengan Pan-Islamisme di Turki. Bahaya yang lebih besar justru disebabkan oleh gagasan-gagasan Modernis Islam yang diajarkan di Kairo, terutama yang berasal dari ajaran Mohammad Abduh. Karena pemikiran teologi Abduh didasari oleh tiga hal, yaitu: kebebasan manusia dalam memilih perbuatan, kepercayaan yang kuat terhadap sunah Allah, dan fungsi akal yang sangat dominan dalam menggunakan kebebasan.[2] Sebagai langkah panjang dari kebjakan menjinakkan Islam, colonial Belanda juga mengangkat orang muslim pribumi menjadi pegawai pemerintah untuk mengatur kehidupan beragama sendiri. Pengaturan itu dimaksudkan untuk membantu bupati dalam mengatur umat Islam.
Dengan semakin banyaknya campur tangan Belanda terhadap permasalahan masyarakat, menimbulkan beberapa pemberontakan di berbagai daerah. Masyarakat sudah mulai memahami dan mendapat gambaran tentang pendatang asing. Pada mulanya mereka beranggapan tentang Belanda itu sebagai gangguan terhadap budaya dan agama yang berbeda, semakin meningkat anggapannya tentang Belanda itu sebagai orang kafir yang licik yang mudah ingkar janji dan berbagai konotasi negative lannya. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya konflik, sehingga terjadilah pergumulan antara colonial dengan masyarakat Islam.
C.    Bentuk Pergumulan Islam dengan Kolonial
  1. Perang Bersenjata
Bentuk pergumulan Islam dengan bangsa colonial dalam perang bersenjata ini berupa perlawanan yang terdapat di berbagai daerah. Konflik ini sudah mulai terjadi pada abad ke-17-19. Perang tersebut dilatari oleh ideology Jihad fi sabilillah. Hal ini pula yang menjadi penentangan Sultan al Fatah yang dikenal dengan Sultan AgengTirtayasa (1651-1962) sejak bulan februari 1982 terhadap putra mahkota sultan Haji bersekutu dengan Belanda. Penentangan ini dilanjutkan oleh Syekh Yusuf Al-Makasari (Moncong Loe,Goa, Sulawesi Selatan, 3 juli 1626-Tanjung Harapan 1699 ) hingga bulan Desember 1683 M. Kemudian pada abad ke-18 adalagi pemberontakan yang dimotori di kalangan aristocrat seperti Pengeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Pemberontakan Pangeran Diponegoro dalam perangan Jawa (1825-1837). Adalagi perlawanan yang dilakukan oleh Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, dan Cut Meutia dalam perang Aceh, dan Sultan Taha Syaifuddin yang diturunkan dari jabatannya .
  1. Perang Intelektual
Perang intelektuak itu terjadi berbentuk diskusi tentang perpecahan di kalangan perhimpunan pemuda. Dari pihak muslim dipimpin oleh Haji Agus Salim, dan dari perpecahan dipimpin oleh Kramer. Kramer ini masuk dalam perhimpunan Jong Java dengan tujuan melenyapkan unsure Islam. Selama periode 1925-1942 Jong Islamieten Bond (JIB) ternyata berkembang menjadi sebuah organisasi intelektual muda muslim yang percaya diri. Mereka dengan gigih menghasut untuk menentang Khatolik dan Protestan. Penentangan tersebut dilakukan baik dari dalam maupun dari luar Dewan Rakyat. Mereka juga menerbitkan sejumlah artikel anti Kristen dalam majalah Het Licht serta berbagai publikasi lainnya.
Pergumulan secara intelektual ini secara perlahan membentuk pemikiran lebih terbuka dan berkembang. Adanya diskusi dan saling tukar pendapat antara masing-masing kelompok, maka masing-masing pihak akan lebih mengetahui tujuan dari sesama mereka. JIB ini sebenarnya bukan anti Belanda, mereka adalah sebuah kelompok kritis yang mengutarakan pemikiran berupa tulisan dan diskusi. Pemuda JIB sering mendukung Belanda, namun terakhirnya selalu berakhir dengan pembelaan terhadap Islam. Di dalam Het Licht berbagai contoh pandangan negative Belanda terhadap Islam, seperti yang terlihat dalam teks-teks Sejarah dan Geografi yang dipakai di sekolah-sekolah.
Segala macam bentuk pergumulan tersebut tidak selamanya merugikan pihak Islam. Semenjak adanya colonial tersebut masyarakat Indonesia menjadi lebih maju dari sebelumnya. Masyarakat Indonesia menjadi lebih berkembang dan dapat mengenal dunia luar negeri. Namun dalam perlawanan fisik selalu dimenangkan oleh Belanda, karena dalam alat persenjataan Belanda lebih unggul dari Indonesia.
D.    Pengaruh Kolonial terhadap Islam
  1. Bidang Hukum
Kekhawatiran Belanda terhadap Islam fanatik dan berbagai kemungkinan bahaya yang ditimbulkan menjadikan Belanda membuat beberapa kebijakan. Belanda berusaha memperkecil pengaruh Islam dengan cara mengkristenkan orang-orang Indonesia. Snouk Houranje merumuskan kebijakan tersebut berdasarkan tiga prinsip utama. Prinsip utama dalam masalah ritual dan aspek ibadah, umat Islam di Indonesia dibiarkan bebas menjalankannya. Hal ini dimaksudkan untuk menjinakkan hati rakyat agar mengurangi perlawanan terhadap Belanda.
Prinsip kedua berhubungan dengan lembaga-lembaga social Islam, atau aspek muamalat dalam Islam, seperti perkawianan, warisan, wakaf, dan hubungan social lainnya. Hal ini dilakukan dengan harapan agar mereka bersedia mengganti lembaga-lembaga social umat Islam di atas lembaga social Barat.
Sedangkan prinsip ketiga yang dirumuskan Snouk Houranje itu adalah masalah politik. Pemerintah dinasehatkan untuk tidak mentoleran kegiatan apapun yang dilakukan oleh kaum muslim ; kegiatan yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan Islamisme atau kegiatan yang menyebabkan seruan-seruan perlawanan politik bersenjata yang menentang pemerintah colonial Belanda.
Sikap Belanda yang terlalu mengatur tentang agama ini lebih tepat dikatakan sebagai campur tangan dari pada bersikap netral, meskipun alasan melaksanakan hukum tersebut demi ketertiban dan keamanan umum. Belanda membuat hukum-hukum tersebut bertujuan untuk mengurangi perkembangan Islam, namun dengan adanya aturan-aturan tersebut masyarakat Indonesia telah diperkanalkan kepada hukum dan perundang-undangan yang lebih baik dari sebelumnya. Keberadaan hukum tersebut menjadikan masyarakat Indonesia menjadi lebih maju dalam bidang hukum.
  1. Bidang Pendidikan
Pada awal abad ke-19, pesantren merupakan langkah awal bagi lembaga pendidikan. Di dalam sistem pengajaran pesantren ini, para santri, yaitu murid-murid yang belajar, diasramakan dalam suatu kompleks yang dinamakan “pondok”. Pondok tersebut dapat dibangun atas biaya guru yang bersangkutan ataupun atas biaya bersama dari masyarakat desa pemeluk agama islam.
 Lalu diikuti dengan pendidikan madrasah yang merupakan peralihan dan perkembangan pendidikan islam yang mengadopsi sistem pendidikan modern dengan tetap mempertahankan beberapa pelajaran pokok islam dan porsinya lebih banyak diajarkan. Sistem pendidikan ini hampir bisa dikatakan bebarengan pola pendidikan modern yang diterapkan penjajah.  Pada masa ini Belanda aktif mendirikan lembaga pendidikan yang tidak berhubungan dengan Islam. Belanda memilih jalan lain dengan mendirikan system pendidikan tersendiri yang lepas dan terpisah dari system pendidikan Islam.
Dalam hal ini Hougrounje menekankan pentingnya kebijakan asosiasi kaum muslimun dengan peradaban Barat melalui pendidikan Barat yang terbuka bagi rakyat pribumi. Dengan adanya penetrasi pendidikan model Barat, pengaruh Islam bisa disingkirkan. Seperti diadakannya sekolah pendidikan rendah, pendidikan menegah, pendidikan tinggi, sekolah kejuruan, dan sekolah guru.[3] Reaksi negative terhadap penetrasi misi Kristen ini masuk melalui kerjasama pemerintah mengakibatkan nilai-nilai Islam semakin merosot. Kaum muslimin sangat khawatir akan perubahan ini dan menuntut pemerintah agar menarik dukungan tersebut. Hal ini dianggap sebagai kebijakan yang bertentangan dengan semua konsep modern mengenai hubungan antar agama dan negara.
  1. Bidang Ekonomi
Kebijakan VOC yang didirikan Belanda di Indonesia mempunyai pengaruh besar dalam perekonomian Islam di Indonesia. VOC telah mengambil alih penguasaan hak atas tanah atau wilayah dan juga menopoli produksi perdagangan dan tenaga kerja. Bahkan makin mempersempit peran dagang muslim di Nusantara, karena satu persatu VOC makin mengambil alih pusat perdagangan di Nusantara.
Akibat dari perluasan VOC ini tidak saja menurunkan peran politik dan ekonomi, bahkan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kemerosotan ekonomi penduduk Bumi Putera yang didukung oleh pedagang dan penguasa muslim santri. Mata rantai yang semula telah dikuasai dan berkembang oleh Bumi Putera jadi terputus, karena tiba-tiba dihadapkan dengan kompetisi yang tidak seimbang.
Pada saat VOC berkembang masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal kelicikan Belanda dalam menjalankan transaksi perdagangan. Situasi psikologis inilah yang melatarbelakangi organisasi nasional dan gerakan Islam. Diantaranya gerakan nasional tersebut berdirinya Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905-1911, Organisasi Budi Utomo yang didirikan dikalangan ningrat Jawa pada tahun 1908, berdirinya Jamiat Khair pada tahun1901, juga berdirinya Sarekat Islam di Surakarta pada tanggal 10 September 1912.
Kegiatan SI ini bertujuan untuk meningkatkan kedudukan para anggotaanya dengan membentuk toko-toko koperasi dan usaha lainnya, seperti sekolah-sekolah dan sebagainya. Selanjutnya juga bertujuan untuk meniadakan keluhan-keluhan dan memperjuangkan perbahan dalam bidang pemerintah, peradilan dan politik keagamaan dan social. Awalnya usaha yang dilakukan dengan mendirikan koperasi konsumen. Pada tahun 1913, SI juga sudah merencanakan suatu proyek yang sangat hebat sampai akhirnya SI dapat berhasil sukses dalam bidang ekonomi dan perdagangan.

















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Negara Indonesia sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, Kekayaan negara Indonseia akan rempah-rempah menjadikan negara Indonesia sebagai incaran bagi negara Eropah untuk datang ke Indonesia. Kedatangannya bngsa colonial itu ke Indonesia bertujuan untu perdagangan dan kristenisasi. Sehingga terjadilah pergumulan antara penduduk muslim Indonesia dengan Kristen Belanda. Pergumulan tersebut ada yang berbentuk perang bersenjata, dan ada juga berbentuk perang inteletual.
Akibat dari pergumulan tersebut mengakibatkan berbagai perubahan bagi masyarakat Indonesia. Dampak perubahan tersebut memang sangat merugikan bangsa Indonesia karena Belanda telah menguras kekayaan alam Indonesia. Namun akibat dari semua itu secara tidak lansung telah mengantarkan bangsa Indonesia kepada kemajuan, baik dalam bidang hukum, pendidkan, dan ekonomi. [4]


















Daftar Pustaka

Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia
IV. Jakarta: Balai Pustaka


Kahin, George McTurnan. 1993. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Surakarta: UNS Press.


Muhammad Rifa’i. 2011. Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern. Jakarta: Ar-ruz Media

http://lppbi-fiba.blogspot.com/2011/05/pergumulan-islam-dengan-kolonialisme.html .  Di unduh 23 Mei 2013 pukul. 11:50




[1] Marwati Djoened Poponegoro Noto Susanto, Sejarah Nasional Indonesia IV . Hal. 42
[2] G. MC. Turnan Kahin. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Hal. 61
[3] Muhammad Rifa’i. Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern. Hal. 59
[4] http://lppbi-fiba.blogspot.com/2011/05/pergumulan-islam-dengan-kolonialisme.html .  Di unduh 23 Mei 2013 pukul. 11:50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar